Laman

Rabu, 15 Januari 2014

Juara Baca Kitab Kuning yang Rendah Hati


Anis Tuing Isti Nur Syarifah

 



Bahkan saya rasa, kemampuan teman-teman yang berada di bawah saya lebih mumpuni daripada saya. Allah memang benar-benar baik hati”.




Beberapa waktu yang lalu, Lazuardi Birru berkesempatan memperkenalkan diri di Solo. Kunjungan tersebut merupakan rangkaian dari seminar dan bedah buku yang digelar Lazuardi Birru yang bekerjasama dengan MAN Surakarta I. Senang rasanya melihat senyuman dan semangat Sobat Birru di sana. Benar-benar momen yang rasanya sulit terlupakan.

Apalagi ketika mendengar banyak torehan prestasi yang berhasil diraih Sobat Birru di sana, rasa kagum semakin bertambah. Misalnya sosok Sobat Birru yang satu ini. Anis Tuing Isti Nur Syarifah namnya. Gadis kelahiran Kendal, 8 April 1995 ini tampak begitu berbakat dan berpotensi dalam bidang akademik dan tentu saja memiliki banyak prestasi.

Mulanya Anis, demikian biasa disapa, merasa kurang nyaman menceritakan torehan prestasinya. Karena menurutnya masih banyak generasi muda yang lebih baik prestasinya. Benar-benar sosok yang rendah hati. “Namun, jika ini mungkin menjadi motivasi bagi orang lain, baiklah”. Ungkap gadis yang mengenakan jilbab putih ketika Lazuardi Birru temui.

Ketika pertama kali mendengar namanya, rasanya ada yang mengganjal dan bikin penasaran. Kata “Tuing” yang menyisip di rangkaian namanya terdengar unik.  Ketika ditanya terkait hal itu, Anis pun tersenyum lebar.  “Mungkin orang terheran-heran mendengar nama saya yang ada ‘Tuing-Tuing’nya. Ya, Tuing adalah singkatan nama hari, Sabtu Pahing. Weton, begitulah istilah jawanya” tutur Anis sembari tertawa.

Dari sekian banyak pretasinya, ada capaian yang sangat mengesankan dan baginya sangat luar biasa. “Bagi saya, prestasi yang paling berkesan dan luar biasa adalah Juara 3 Hadits Wustha Putri Musabaqah Fahmi Kutubit Turats (MUFAKäT) Tingkat Nasional IV yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor, Lombok Timur, NTB tanggal 19-24 Juli 2011. Bagaimana tidak berkesan, saya sama sekali tak mengenal kitab secara detil sebelumnya. Saya sama sekali tidak punya dasar membaca kitab yang sempurna. Waktu maju ke kabupaten misalnya, saya hanya bermodal pelajaran bahasa Arab yang pernah saya terima, keyakinan dan tawakkal. Jadi, menjadi juara 3 lomba seperti hal ini sama sekali lepas dari pikiran dan angan saya selama ini”.

Jadi Sobat Birru, terpilihnya Anis menjadi wakil Provinsi Jateng dalam MUFAKäT, yang dahulunya bernama MQK singkatan dari Musabaqah Qiraatil Kutub, rupanya melalui tahap yang cukup panjang. Sebelumnya Anis harus berkompetisi terlebih dahulu di tingkat kota dan setelah berhasil menyingkirkan kompetitor yang lain, Anis harus berhadapan dengan para pembaca-pembaca kitab dari seluruh kota di Jawa Tengah.
“Ketika ditunjuk oleh ustadz Tri Bimo Soewarno untuk mengikuti MQK, Saya cukup kaget, dan saya bilang kalau saya tidak yakin. Tapi, ustadz Bimo meyakinkan kalau saya bisa. Beliau terus meyakinkan saya, dan akhirnya saya menyanggupi”.

Bahkan menurut pengakuan Anis, rasa bingung dan panik kerap hinggap dalam dirinya ketika berlangsungnya perlombaan tingkat demi tingkat. Perasaan-perasaan semacam ini hadir lantaran Anis merasa perkenalannya dengan dunia kitab dan bahasa Arab masih begitu belia. “Melihat lawan dari daerah lain, sebenarnya nyali saya ciut. Mereka lebih dulu mengenal kitab daripada saya dan lebih paham kitab. Saya pasrahkan semuanya pada Allah. Kalau toh tak dapat juara, tak apa. Bagaimanapun ini pengalaman berharga. Walau begitu, saya masih berharap mendapat juara, syukur-syukur juara 1” kenang Anis ketika berkompetisi pada level provinsi.

Mendengar namanya diumumkan maju ke tingkat nasional, berbagai macam perasaan berkecamuk. “Antara bingung dan bahagia. Bagaimana mungkin seorang pemula seperti saya ini bisa mengalahkan teman-teman yang jelas ilmunya lebih dan sangat mumpuni? Namun bagaimanapun saya bersyukur kepada Allah”.
Apa yang dibaca Anis dalam perlombaan adalah kitab-kitab dalam khazanah keislaman selain Al Qur’an seperti kitab fikih yang bertuliskan dengan aksara Arab tanpa harokat. Biasanya para santri menyebutnya kitab kuning atau kitab Arab gundul.

Demikian juga ketika di level nasional. Ketika mendengar nama-nama peserta dari pesantren-pesantren ternama di Indonesia, “Bergetar hati saya” tutur Anis. Namun perasaan-perasaan semacam itu tampaknya masih bisa Anis atasi atau dalam bahasa “Alhamdulillah saya tak mengalami nervous tingkat gawat”.
Akhirnya gadis yang bercita-cita hafal Al qur’an dan bersekolah ke luar negeri ini keluar sebagai juara ketiga dalam lomba baca kitab kuning nasional. Ketika mengungkapkan hal tersebut, Anis masih saja memperlihatkan kerendahatiannya. “Saya mengakui, bahwa kemampuan saya masih benar-benar dasar. Tidak ada apa-apanya mungkin jika dibandingkan dengan juara dari Jawa Timur ataupun Kalsel. Bahkan saya rasa, kemampuan teman-teman yang berada di bawah saya lebih mumpuni daripada saya. Allah memang benar-benar baik hati”.
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar